ROH KEBERHASILAN
ROH KEBERHASILAN
Manusia adalah makhluk pencipta sukses. Manusia selalu lapar dan dahaga akan kesuksesan, apa pun makna sukses tersebut baginya. Prestasi-prestasi besar dalam sejarah seperti piramida para Firaun di Mesir, tembok besar di Cina, kompleks Taj Mahal di India, atau candi Borobudur di Indonesia adalah monumen akan hebatnya karya akal budi manusia yang selalu ingin mencapai keberhasilan terjauh, tertinggi, atau terbesar.
Begitu pula petualangan-petualangan agung seperti perjalanan mengelilingi dunia oleh Magelhaens atau Columbus, perjalanan ke bulan, penerbangan ke Mars dan eksplorasi angkasa luar sampai ke galaksi-galaksi terjauh adalah manifestasi spirit keberhasilan yang sama. Belum lagi karya-karya agung lainnya di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan teknologi semuanya dimotivasi oleh roh sukses dalam diri manusia.
Apakah roh keberhasilan itu? Menurut saya, roh keberhasilan adalah roh kehidupan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia supaya manusia hidup sepenuh-penuhnya, berkembang, dan berhasil di dunia ini. Dalam konsep Yunani manusia difahami sebagai tiga komponen yang satu padu: roh, jiwa dan tubuh. Roh adalah inti kepribadian manusia, inti kehidupan itu sendiri, bahkan zat hidup itu sendiri. Roh itu memiliki atribut ketuhanan seperti kekekalan, keagungan, kesucian, keindahan dan keajaiban. Roh itu berasal dari Tuhan, dipelihara oleh Tuhan, dan akan kembali pada Tuhan. Roh itu adalah kita yang "dibungkus" oleh atau "berumah" dalam tubuh yang mengejawantah melalui jiwa kita dalam tiga ekspresi: emosi, kehendak dan rasio. Dalam bahasa Indonesia, roh bersama jiwa (emosi, kehendak dan rasio) disebut sebagai akal budi.
Roh sukses ini adalah energi kehidupan yang sangat dahsyat. Kita pada umumnya baru memahami sebagian kecil saja dari energi rohani ini. Saya memprakirakan, di abad ke-21, eksplorasi mengenai potensi rohaniah ini akan menjadi sebuah upaya kemanusiaan yang sangat luar biasa dan belum bisa saya bayangkan sosoknya. Anthony Robbins menyebut potensi insani ini the sleeping giant (raksasa tidur). Sedangkan Denis Watley menyebutnya seed of greatness (benih keagungan).
Bagi saya istilah seed of greatness lebih inspiratif. Secara empirik kita bisa merasakannya. Misalnya, ketika kita menyaksikan sebuah karya agung maka hati kita kagum dan tergetar. Ketika kita berdiri di puncak gunung kita terhenyak diam dengan kagum memandang alam yang terbentang. Begitu pula pada malam pekat ketika kita memandang langit bersih yang berhias taburan bintang dengan tepi tak berbatas, kita menarik nafas dalam-dalam mengagumi misteri keagungan alam. Apa yang terjadi di sini sebenarnya adalah resonansi antara keagungan eksternal dengan keagungan internal. Oleh pengalaman itu, benih keagungan dalam diri kita terinspirasi untuk tumbuh dan berkembang.
Kita sendiri selalu merasakan dorongan dari dalam untuk mencapai kebesaran dan keagungan. Kita sendiri selalu ingin terlibat dalam suatu proyek besar. Ingin duduk dalam posisi yang setinggi mungkin. Aspirasi kita selalu bersifat ideal dan grandiose. Kita ingin memainkan peranan yang penting, signifikan dan besar.
Dalam kaitan ini saya berpendapat bahwa upaya manusia untuk membangun negara dan bangsanya agar menjadi bangsa yang besar, membangun usahanya menjadi organisasi yang besar, membangun keluarganya menjadi keluarga yang besar, atau membangun dirinya menjadi pribadi yang besar adalah wujud aspirasi dari keagungan roh sukses ini. Di pihak lain, roh sukses ini menjadi harapan utama kita untuk bisa sukses membangun diri, keluarga, usaha, dan negara yang besar.
ROH KEBERHASILAN DALAM ORGANISASI
"Runtuhnya Imperium Romawi tidaklah disebabkan oleh kekuatan dari luar," demikian suara bariton sang narator dalam epilog film kolosal The Rise and The Fall of The Roman Empire yang antara lain dibintangi oleh Sophia Loren. "Tetapi imperium yang maha luas itu runtuh dan pecah berkeping-keping oleh kekuatan dari dalam yang saling melemahkan seperti intrik, perebutan kekuasaan, perseteruan dan persaingan pengaruh di antara para pangeran dan jenderal." Dan dengan musik yang menggiriskan hati, film itu pun di akhiri dengan: The End.
Narasi di atas sesungguhnya dapat menjadi narasi kematian bagi semua organisasi (negara, partai, perusahaan, yayasan, koperasi) yang menemui malaikat ajal di ujung hidupnya. Soalnya tidak semua organisasi seberuntung Romawi yang kematiannya dirayakan meriah oleh Hollywood. Akkad dan Sumeria, Babylonia dan Assiria, Media dan Persia, Sriwijaya dan Majapahit, Uni Sovyet dan Yugoslavia, semua pamit dari panggung sejarah tanpa pesta dan anggur. Demikian pula ratusan ribu perusahaan dan yayasan di Indonesia, mati diam-diam sejak rupiah tidak lagi berharga di mata dolar sejak pertengahan 1997. Ketika itu, krisis moneter kemudian memicu krisis total di segala bidang.
Organisasi sebagai organisme memang memiliki kurun hidup tertentu. Ada yang berumur panjang, sedang dan ada pendek. Mereka mati (bangkrut, dicaplok, merjer paksa, atau pecah berkeping-keping) ketika akhirnya roh kehidupan itu pamit dari organisasi itu. Hal ini sama dengan manusia, ada yang mati di usia muda, dewasa, dan sebagian lagi di usia tua ketika roh milik Tuhan itu meninggalkan raganya.
Dalam kaitan ini menarik mempelajari bahwa perusahaan-perusahaan hebat pun seperti anggota The Fortune 500 rata-rata ternyata berusia pendek, yaitu antara 40-50 tahun saja, seperti dilaporkan Arie de Geus dalam The Living Company (1997). Perusahaan panjang umur (berusia di atas satu abad) ternyata sangat sedikit. Di antaranya Stora dari Swedia, Mitsui dan Matsushita dari Jepang, Unilever dan Royal Dutch/Shell dari Belanda, serta GE dan Kodak dari Amerika. Di Indonesia belum ada perusahaan berumur satu abad, meskipun ada dua calon terdekat, yaitu Nyonya Meneer (perusahaan jamu) dan AJB Bumiputera (perusahaan asuransi) yang sama-sama lahir tahun 1912.
Mengapa sebuah organisasi bisa mati muda dan yang lain berumur panjang? Pertanyaan ini penting dijawab karena di Indonesia dalam dua tahun terakhir ini (1997-1999) kita menyaksikan ratusan ribu organisasi yang menjadi wadah hidup puluhan juta rakyat negeri ini tewas bergelimpangan bersama dengan matinya Orde Baru.
Bau sangit kematian tercium di mana-mana, di jalan-jalan, di pengadilan, di koran, dan di televisi. Bahkan Republik Indonesia sebagai organisasi sedang diancam oleh malaikat maut itu sendiri. Sebelum Pemilu 1999, banyak pakar membicarakan kemungkinan disintegrasi republik ini sehubungan dengan kejadian-kejadian mengerikan di Aceh, Timor Timur, Irian Jaya, Ambon, Sambas dan sebagainya.
Apa sebabnya roh kematian itu datang mengintip nyawa republik ini bahkan telah mengambil hidup ribuan organisasi di negeri ini? Kini sebabnya sudah jelas, yaitu bahwa roh yang disuntikkan Orde Baru kepada organisasi-organisasi di Indonesia ternyata adalah roh kematian melalui penyeragaman paksa, kepatuhan berdasarkan rasa takut, sentralisasi kekuasaan, intimidasi dan kekerasan, pemalsuan dan pembohongan, penganaktirian jutaan rakyat, serta nafsu serba uang dan pendewaan materi.
Yang ironis adalah bahwa Orde Baru ternyata menghidupi dan membesarkan dirinya dengan roh Majapahit dan Mataram, dua organisasi yang telah lama mati mengikuti jejak Romawi dan Uni Sovyet. Ini tentu pikiran gila, entah kapan daatangnya dan dari mana masuknya, Orde Baru yang semula bermaksud baik dan bagus, kemudian menghidupi dirinya dengan roh kematian. Jika akhirnya Orde Baru mati, tidak perlu diherani, sebab sebuah kehidupan memang tidak mungkin ditopang oleh roh kematian. Jika ada hal yang perlu dipelajari dari riwayat kematian organisasi adalah bagaimana roh kematian itu datang, menyelinap, berkuasa dan kemudian menggusur roh kehidupan yang dahulu melahirkan mereka.
Salah satu pelajaran menarik dalam kaitan ini ialah runtuhnya kerajaan Babylonia Tua di bawah Raja Nimrod dari lembah Mesopotamia. Dari sejarah kuno itu, kita tahu Nimrod adalah raja pertama di muka bumi yang berkuasa sekitar 5000 tahun lampau. Dialah yang berhasil mempersatukan keturunan Nabi Nuh yang terserak-serak usai air bah. Nimrod, pemburu perkasa itu, mempunyai obsesi untuk memperkuat dirinya, memantapkan kesatuan dan persatuan kaumnya, dan menjadikan dirinya sang mahakuasa. Untuk itu dia memerintahkan membangun menara yang ujungnya sampai ke langit. Tetapi kita tahu Menara Babel akhirnya gagal dibangun. Kitab Suci melaporkan bahwa Tuhan mengacaukan bahasa mereka sehingga terjadi miskomunikasi massal yang mengakibatkan kekacauan.
Analisis lebih lanjut menunjukkan terdapat empat sebab gagalnya proyek Menara Babel. Pertama, kesalahan teologis: Menara Babel dibangun sebagai projek untuk mensejajarkan seorang manusia dengan Tuhan. Kesalahan ini mengakibatkan kesalahan kedua, yaitu kesalahan manajemen: rusaknya sistem komunikasi organisasi mereka melalui pengacauan bahasa. Ketiga, kesalahan alamiah: Menara Babel bertujuan untuk membangun kesatuan yang seragam (unity in uniformity). Hal ini melawan kodrat alam yaitu kesatuan dalam keragaman (unity in diversity). Keempat, kesalahan teknologi: Tidak mungkin membangun menara yang ujungnya sampai ke langit. Ilmu dan teknologi mereka belum cukup memahami jagat raya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa organisasi yang dibangun untuk kemegahan ego manusia, menggunakan sistem manajemen yang salah, melancarkan program yang berlawanan dengan hukum-hukum alam, serta memakai sistem teknologi yang salah kaprah, dapat dipastikan akan menemui kegagalan. Akan tetapi, mempelajari organisasi yang sudah mati, agar tahu apa yang harus dihindari, baru merupakan setengah upaya. Separuh upaya lainnya ialah mempelajari organisasi sukses dan panjang umur, yang mampu bertahan melampaui berbagai krisis, yang bertambah kuat oleh terpaan badai, dan yang bertumbuh kembang melampau berbagai zaman dan rezim.
Adakah organisasi demikian? Arie de Geuss sudah menunjukkan sejumlah contoh dari dunia bisnis. Tetapi contoh non-bisnis jauh lebih banyak. Contoh negara paling mudah dicari. Di antaranya Mesir, Etiopia, Spanyol, Portugis, Inggris, Prancis, dan Cina. Agama lebih spektakuler lagi.
Organisasi agama sejauh ini merupakan yang paling sukses dan panjang umur. Islam sudah 15 abad dengan lebih 1 miliar umat, Kristen sudah 20 abad dengan hampir 2 miliar pengikut, Hindu dan Buddha lebih tua lagi, juga dianut sekitar 1 miliar manusia.
Dengan pengamatan sepintas saja kita bisa menemukan beberapa ciri bersama agama-agama besar itu, organisational wise, yang saya saya yakini menjadi rahasia keberhasilan mereka sehingga dapat tampil sebagai organisasi terhebat sepanjang masa:
1. Ada doktrin dasar yang menjadi basis bagi paradigma utama kehidupan. 2. Ada ritual rutin yang memperkokoh ikatan batin bersama. 3. Ada simbol-simbol yang meneguhkan identitas bersama. 4. Ada tokoh-tokoh (orang suci, nabi-nabi) yang menjadi panutan ideal. 5. Agama berorientasi pada yang idealisme tertinggi. 6. Agama memenuhi kebutuhan psiko-spiritual manusia. 7. Agama menjanjikan imbalan terbaik, yakni keselamatan dan surga. 8. Agama menuntut devosi dan penyerahan total. 9. Agama menuntut kesempurnaan perilaku dari umatnya. 10. Agama tidak pernah berorientasi pada uang.
Bandingkan dengan studi de Geuss yang menunjukkan adanya empat karakter organisasi bisnis panjang umur sebagai berikut:
1. Perusahaan panjang umur sensitif terhadap lingkungannya. Keberadaan mereka harmonis dan relevan dengan lingkungan usahanya. Mereka ramah lingkungan dalam arti luas. Mereka selalu belajar dan beradaptasi secara damai dengan dunia tinggal mereka.
2. Perusahaan panjang umur kuat dan kompak karena diikat oleh nilai-nilai bersama yang secara moral baik dan benar serta memiliki identitas organisasi yang khas.
3. Perusahaan panjang umur bersikap toleran, tidak memaksakan kehendak kantor pusat, rela berbagi kekuasaan dengan eselon bawah, dan mempraktikkan desentralisasi.
4. Perusahaan panjang umur, meskipun berorientasi profit, tetapi bersikap konservatif dalam hal keuangan. Mereka sangat hati-hati dalam pengeluaran dan investasi. Mereka berpantang overspending dan overinvestment, apalagi dengan utang.
Namun demikian, ada satu hal yang gagal - paling tidak kurang - dijelaskan oleh studi de Geuss. Yaitu faktor apakah yang membedakan tingkat keberhasilan perusahaan yang sama-sama panjang umur? Kenyataannya ada perusahaan yang sangat berhasil, tetapi ada pula yang cuma sekadar hidup, meskipun sama-sama berusia lanjut.
Pada tingkat negara, faktor apa yang membedakan Etiopia dengan Inggris, Portugis dengan Jerman, India dengan Jepang? Mereka sama-sama tua tetapi kinerjanya sangat berbeda. Studi saya menunjukkan terdapat delapan roh keberhasilan (the spirit of success) yang menjadi faktor penentu sukses organisasi panjang umur sekaligus berprestasi tinggi (long-lived and high performing organization).
Sebelum saya menguraikan delapan roh keberhasilan ini, pertama-tama saya sangat setuju dengan pendapat de Geuss bahwa organisasi adalah suatu makhluk hidup (living being), karena memenuhi ciri-ciri kehidupan umum (lahir, bertumbuh, mendewasa, beranak pinak, menua, sakit, dan mati) seperti halnya tumbuhan, hewan dan manusia. Bedanya, karakteristik makhluk tersebut saling berlainan, tetapi secara esensial hidup.
Ichack Adizes juga menggagas konsep bahwa organisasi pada dasarnya adalah makhluk hidup yang mempunyai kurun kehidupan mulai dari lahir, bayi, remaja, dewasa, matang, tua, sakit dan akhirnya mati. Pada setiap fase, Adizes menjelaskan, organisasi bisa mati jika tidak diurus dan dihidupi dengan benar.
Atas gagasan-gagasan inilah saya berteori bahwa organisasi sebenarnya memiliki the spirit of life atau roh kehidupan. Saya berpendapat bahwa pada tingkat paling fundamental roh adalah dasar kehidupan atau inti kehidupan. Pada manusia, pengertian roh memang paling partikular, lengkap dan sangat maju (advanced). Roh manusia berasal dari Tuhan, diasuh dan ditumbuh-kembangkan oleh Tuhan, dan susudah kematian jasmaniah, roh itu kembali kepada Tuhan, pencipta dan pemiliknya (inna lillahi wa inna lillahi rojiun).
Entah bagaimana bentuknya, saya meyakini pula bahwa semua bentuk kehidupan memiliki dimensi roh. Di sini saya tidak berkata bahwa tumbuhan dan hewan memiliki roh yang sama seperti yang dimiliki manusia. Saya hanya menngatakan bahwa semua kehidupan, karena itu termasuk organisasi dan perusahaan juga, memiliki roh kehidupan secara fundamental.
Dengan argumen ini, sangat logislah untuk mengatakan bahwa sepanjang roh kehidupan itu ada dalam organisasi, sepanjang itu pula organisasi tersebut tetap hidup. Memang ada saat dimana roh itu melemah dan sakit, maka organisasi itu pun lemah dan sakit pula.
Ketika krisis melanda Indonesia, maka roh hidup republik dan ribuan organisasi dalam berbagai format sedang sangat lemah dan sakit. Pada saat yang sama roh kematian memekar dan menguat. Gejalanya dapat dirasakan orang seperti menguatnya rasa takut, rasa terancam, perpecahan, kebencian, ketidakjujuran, kebohongan, kepalsuan, perusakan, pelecehan, permusuhan, kecurigaan, dendam, pembunuhan, pencideraan dan sebagainya.
Sekarang, bagaimana bentuk roh kehidupan yang menjadi dasar keberhasilan organisasi itu. Apa nama roh keberhasilan itu? Saya tidak tahu persis karena gagasan ini - sejauh yang saya ketahui - belum pernah dibicarakan orang. Karena itu saya mengajukan konsep Roh Keberhasilan berdasarkan studi dan observasi saya sendiri yang sekitar 12 tahun berkecimpung dalam bidang pegembangan SDM dan organisasi pada umumnya.
Berikut adalah Delapan Roh Keberhasilan organisasi berkinerja tinggi (high performing organization) yang jika didukung oleh empat karakter de Geuss, akan menjadi organisasi panjang umur juga (long-lived organization). Sebagai satu kesatuan, mereka terdiri dari empat pasang roh sebagai berikut ini:
1. Roh Kebaikan dan Keterpercayaan The Spirit of Goodness and Trust. Baik berarti positif, berguna dan harmonis. Per definisi, kebaikan hanya datang dari Tuhan. Dan kita tahu Tuhan adalah Sang Mahamurah. Kebaikan-Nya selalu hadir dengan limpah. Semua hal yang baik untuk kehidupan kita, terutama yang esensial seperti air dan oksigen, selalu tersedia dengan limpah.
Organisasi sukses selalu mampu memberikan kebaikan pada sekelilingnya. Untuk itu ia layak memperoleh imbalan yang baik pula. Organisasi sukses selalu dimotivasi oleh kebaikan, menawarkan hal-hal yang positif dan berguna pada dunia sekelilingnya. Produk-produk yang bagus memang mengandung banyak kebaikan bagi kehidupan ini. Jika kita periksa statement resmi visi, misi, nilai-nilai dasar dan falsafah organisasi jelas sekali bahwa eksistensi organisasi itu memang dimotivasi oleh roh kebaikan.
Pada tingkat personal, orang yang dipenuhi oleh roh kebaikan dan kemurahan, mampu memberi dengan limpah pada perusahaannya. Hatinya memang senang berbuat baik. Dia bersikap tulus. Dia merasa sudah menerima banyak (entah dari Tuhan, negara atau perusahaan) dan dia merasa bertanggung jawab untuk memberi dengan banyak pula. Orang seperti ini merasa bahwa pekerjaannya adalah bentuk ucapan syukur pada kehidupan. Dia dan organisasinya merasa berutang dan karena itu harus berbuat kebaikan melalui jasa dan produk ciptaannya kepada pasar. Orang-orang begini, pada mulanya merasa bahwa dia punya kelebihan, entah ilmu, modal atau keterampilan. Mereka merasa harus berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Dengan kata lain mereka menyadari telah lebih dahulu menerima dan karena itu merasa mendapat amanah untuk berbuat baik dan memberi kepada masyarakat, sesama manusia, bangsa dan negaranya. Makin banyak mereka menerima makin besar tuntutan pada mereka. Dari sinilah lahir prinsip "dari mereka yang mendapat banyak diminta banyak juga". Mereka memang mendapat kepercayaan dari Tuhan, dari negara atau dari dari organisasinya dan pada gilirannya mengamalkannya untuk masyarakat. Inilah roh keterpercayaan. Mereka mendapat kepercayaan (trust), mereka merasa dipercaya (trusted), dan karena itu mengelola apa yang dipercayakan untuk kebaikan semesta. Jika mereka dapat dipercaya maka kepercayaan lebih besar akan diberikan. Pada titik inilah mereka menjadi orang kepercayaan karena mereka membuktikan diri sebagai orang terpercaya.
Organisasi pun demikian, jika mampu mempertahankan eksistensinya sebagai organisasi yang memberi banyak manfaat atau kebaikan pada masyarakat, maka masyararakat akan percaya dan loyal kepada organisasi itu. Salah satu dambaan tertinggi organisasi ialah agar pelanggan, stakeholder atau konstituennya setia kepadanya. Ini benar untuk koperasi, PT, yayasan atau partai politik.
Lawan dari roh ini ialah roh miskin dan pelit. Orang yang dihinggapi roh ini merasa dirinya selalu kekurangan, dan karenanya tidak punya sesuatu untuk dibagikan. Ini bukan soal jumlah tetapi soal kondisi psiko-spiritual. Bagi orang yang dikuasai roh ini, berapa pun jumlahnya tidak pernah cukup. Inilah penjelasan mengapa orang yang sudah sangat kaya namun tetap masih korupsi. Modus kehidupannya adalah mengambil, menerima dan kalau perlu merampas. Dia selalu melihat dunia sebagai dunia yang tidak ramah, tidak aman dan selalu mengancam dirinya.
Perusahaan yang dikuasai roh ini menjelma menjadi monster ekonomi, melahap apa saja yang bisa menjadi duit dengan segala macam cara, dan mencaplok siapa saja yang dianggapnya sebagai saingan - dengan kasar kalau tidak bisa secara halus. Dia kemudian menjadi gurita yang menakutkan. Perusahaan seperti ini ibarat minum air laut, makin banyak minum uang malah semakin haus uang. Mottonya adalah ekspansi dan aneksasi. Cita-citanya adalah monopoli.
2. Roh Integritas dan Kemajuan
The Spirit of Integrity and Growth. Integritas berarti jujur, bersih, benar, suci atau bebas kuman yang memungkinkan terjadinya lingkungan yang sehat. Bebas kuman disini saya artikan seluas-luasnya, termasuk bebas korupsi, bebas kolusi, bebas nepotisme, bebas penipuan, bebas kotoran, dan bebas kemunafikan. Nama lain dari roh ini adalah Roh Kebenaran, dalam arti benar secara moral, benar secara ilmiah, dan benar pulasecara manajerial.
Integritas secara kesatuan adalah gabungan tiga makna sekaligus suci, sehat dan utuh (holy, whole, holistic) yang dalam pengertian bahasa Inggris ini jelas sekali merupakan tiga sifat yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Jika kita suci maka kita sehat sehingga kita bisa bekerja dengan benar dan optimal. Juga, jika organisasi kita suci maka ia akan sehat sehingga dapat berfungsi dengan benar dan optimal, termasuk mampu menyehatkan lingkungannya dimana dia tinggal dan beroperasi.
Roh Kebenaran selalu menuntut kita melakukan pekerjaan yang benar secara benar pula, memanggil kita untuk berbuat hanya yang benar, dan mendorong kita untuk berhadapan dengan realitas sejati sejujur-jujurnya. Dalam makna paling dasar, upaya mengetahui kebenaran sejujur-jujurnya, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya adalah aktivitas belajar yang sejati. Kebenaran itu selalu memanggil kita untuk belajar secara kontinual, terus-menerus. Ini pada gilirannya akan membuat kita bertumbuh dan semakin maju.
Di pihak lain, jiwa manusia pada dasarnya selalu mendambakan kemajuan dan pertumbuhan ke arah yang lebih tinggi, lebih baik, lebih sempurna. Inilah yang saya sebut sebagai roh kemajuan. Moto Olimpiade "citius, altius, fortius" artinya "paling cepat, paling tinggi, paling jauh" adalah bentuk paling kristal dari roh kemajuan ini. Dan roh kemajuan yang sama pula berada di balik keinginan manusia mengeksplorasi bumi ke dalam dan ruang angkasa ke luar, dan semua harapan-harapan manusia untuk kemajuan dalam arti seluas-luasnya. Tanpa kecuali semua manusia, semua organisasi, di lubuk hati mereka, menginginkan kemajuan dan menembus batas-batas kemustahilan masa lalu dan merobohkan tembok-tembok ketidakmungkinan masakini. Sekaligus, inilah sebabnya masa depan selalu sangat menarik dan mendebarkan hati.
Lawan dari roh ini ialah roh kemalasan dan ketakutan. Orang yang malas enggan bekerja keras, tetapi maunya mendapat hasil yang besar. Tetapi karena apa yang kita peroleh ditentukan apa yang kita berikan maka akan terdapat jurang antara keinginan dan kenyataan, dan jurang ini biasanya ditutupi dengan jalan curang dan main tipu. Malas belajar dengan konsekuensi tidak lulus ujian mengakibatkan ketakutan yang kemudian mendorong orang untuk menyontek dan memalsukan karya-karya ilmiah.
Dalam bisnis, profesionalisme adalah syarat dasar untuk bisa ikut dalam permainan. Tetapi menjadi profesional adalah sebuah proses yang menuntut kerja keras penuh pengorbanan diri. Karena orang malas mengembangkan dirinya (kerja keras) untuk menjadi profesional, maka jalan satu-satunya yang terbuka adalah KKN dalam segala bentuknya. Dan jika dalam putaran pertama ini ia "sukses" memperoleh hasil, maka insentif ber-KKN berikutnya bertambah besar. Demikianlah seterusnya KKN pun melilitnya dengan kuat dan menjadi budaya bisnis yang sukar dikikis. Namun kini kita tahu bahwa bisnis seperti ini tidak panjang umurnya. Dan yang menyakitkan, kematiannya diiringi orang dengan tawa riang karena sebuah hama kehidupan telah berlalu. Jadi buat apa bisnis yang demikian.
3. Roh Cinta dan Sukacita
The Spirit of Love and Joy. Saya mendefinisikan cinta (love) sebagai tindakan proaktif dengan kandungan kebaikan tertinggi yang kita berikan pada orang lain atau objek yang dicintai. Cinta jenis ini dalam bahasa Yunani disebut agape, yakni cinta yang didorong oleh sukacita memberi secara tulus, bebas pamrih dan bebas imbal jasa buat diri sendiri. Penerima agape dengan sendirinya bergembira. Jadi dimana ada agape di situ ada sukacita. Di mana ada sukacita, di situ energi kehidupan melimpah, kreativitas memuncak, dan karya-karya terbaik bermunculan. Itulah sebabnya saya juga menyebut Roh Cinta ini sebagai Roh Kreativitas dan Inovasi, yang oleh karena cinta dan sukacita, memampukan kita menciptakan hal-hal baru yang berguna bagi bisnis dan organisasi kita.
Cinta agape juga memungkinkan dedikasi, pengabdian dan loyalitas, yakni sejenis pengorbanan kepada objek yang dicintai. Cinta ini menjadikan kita bebas dari macam-macam ketakutan dan kekhawatiran yang biasanya bersumber dari terancamnya kepentingan pribadi kita. Itu sebabnya, pada organisasi bisnis dimana roh cinta dan sukacita tumbuh subur, sharing terjadi secara spontan dan alamiah. Sharing merupakan budaya yang sangat kuat, termasuk sharing of information, sharing of power, sharing of resources, sharing of enjoyment, termasuk sharing of profit.
Lawan dari roh ini ialah roh menumpuk dan mengumpulkan buat diri sendiri. Orang begini selalu makan sendiri, bersikap pelit, dan tidak segan-segan merugikan pihak lain demi keuntungannya. Dalam perusahaan seperti ini, gaji direktur bisa ribuan kali dari gaji karyawannya. Bukan cuma uang, kekuasaan juga ditumpuk secara memusat, pada satu orang saja atau sejumlah kecil elit organisasi. Untuk itu, informasi dijaga secara rahasia.
Disinformasi disebarluaskan untuk menipu secara canggih dan membangun kesan artifisial yang mereka harapkan. Orang dikondisikan agar patuh saja. Kreativitas dianggap pemberontakan. Inisiatif dianggap gerakan liar. Kemandirian dianggap ancaman. Pemimpin dalam organisasi begini sangat menyukai pengendalian. Dia mengontrol semua: uang, informasi, kebebasan, gerak-gerik, bahkan pikiran orang. Jadi jelas bahwa roh menumpuk dan mengumpulkan ini adalah daya yang mematikan organisasi.
4. Roh Keunggulan dan Kesempurnaan
The Spirit of Excellence and Perfection. Unggul berarti yang terbaik dalam jenisnya, betul-betul sangat bagus, kelas satu, superior. Sedangkan sempurna berarti tanpa cacat, nir salah, dan memenuhi semua persyaratan. Ini adalah dambaan semua orang, paling tidak dalam hatinya. Oleh dorongan ini, maka evolusi gerakan mutu dalam dunia bisnis telah mencapai tahap lanjut.
Manusia selalu menginginkan yang terbaik dari apa yang dibeli atau dikonsumsinya. Jelaslah produk dan jasa yang unggul dan sempurna sajalah yang menduduki tangga teratas dalam skala persaingan. Perlombaan menjadi yang terunggul sesungguhnya adalah perlombaan menjadi juara di segala bidang. Maka jika roh ini kuat organisasi tersebut akan tampil sebagai juara di bidangnya.
Lawan dari roh ini ialah roh puas diri dan arogan. Orang yang cepat berpuas diri merasa sudah mencapai puncak kejayaan, paling top, merasa diri sudah sangat hebat bahkan terhebat. Akhirnya, dia jadi arogan, sombong dan pandang enteng pada orang lain. Dia tidak lagi mau mendengar, belajar dengan rendah hati, dan merasa benar sendiri. Saran, input bahkan peringatan yang disampaikan dengan kasih sayang pun sering dilecehkannya. Akibatnya dia lalai dan gegabah.
Bersamaan dengan itu ia pun semakin jauh dari kenyataan, out of touch with realities. Pemimpin seperti ini akan lebih celaka lagi jika ia juga dikelilingi para penasehat "yes-man" dan asisten-asisten yang suka menjilat dan melaporkan hal-hal yang membuat asal bos senang. Secara internal, kepemimpinan seperti ini mengakibatkan ketidakpuasan yang meluas di antara warga organisasi, yang jika tidak diselesaikan akan mengakibatkan perlawanan diam-diam dalam pelbagai bentuk, dan pada saatnya mengundang perlawanan terbuka. Secara eksternal, para pesaing dengan mudah menyalipnya di tikungan rivalitas bisnis. Pada saat inilah organisasi melemah, sakit dan makin tidak berdaya serta akhirnya bangkrut.
* * * Empat pasang roh di atas, sesungguhnya adalah semangat atau daya hidup, yaitu energi psiko-spiritual yang menjadi kekuatan organisasi untuk bertumbuh, bertahan di masa sulit, beradaptasi di masa perubah-an bergejolak, kreatif di zaman penuh persaingan, unggul di antara yang baik, dan pelita di masa gelap dalam perjalanan evolusioner menuju realisasi idealisme organisasi.
Juga, keempat pasang roh di atas adalah obat penawar untuk melawan ketakutan, mengatasi perpecahan, melunakkan kebencian, menjinakkan keangkara-murkaan, memperbaiki kerusakan, menghentikan permusuhan, memadamkan kecurigaan, mengendalikan keserakahan, serta melunakkan kekerasan yang sedang marak kini dalam jagat bisnis dan perpolitikan di negeri ini.
Sesungguhnya, keempat pasang roh di atas adalah the spirit of success, the spirit of long-lived organization dan the spirit if high performing organization. Marilah kita tumbuh-suburkan!
(Jansen H.Sinamo )
Begitu pula petualangan-petualangan agung seperti perjalanan mengelilingi dunia oleh Magelhaens atau Columbus, perjalanan ke bulan, penerbangan ke Mars dan eksplorasi angkasa luar sampai ke galaksi-galaksi terjauh adalah manifestasi spirit keberhasilan yang sama. Belum lagi karya-karya agung lainnya di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan teknologi semuanya dimotivasi oleh roh sukses dalam diri manusia.
Apakah roh keberhasilan itu? Menurut saya, roh keberhasilan adalah roh kehidupan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia supaya manusia hidup sepenuh-penuhnya, berkembang, dan berhasil di dunia ini. Dalam konsep Yunani manusia difahami sebagai tiga komponen yang satu padu: roh, jiwa dan tubuh. Roh adalah inti kepribadian manusia, inti kehidupan itu sendiri, bahkan zat hidup itu sendiri. Roh itu memiliki atribut ketuhanan seperti kekekalan, keagungan, kesucian, keindahan dan keajaiban. Roh itu berasal dari Tuhan, dipelihara oleh Tuhan, dan akan kembali pada Tuhan. Roh itu adalah kita yang "dibungkus" oleh atau "berumah" dalam tubuh yang mengejawantah melalui jiwa kita dalam tiga ekspresi: emosi, kehendak dan rasio. Dalam bahasa Indonesia, roh bersama jiwa (emosi, kehendak dan rasio) disebut sebagai akal budi.
Roh sukses ini adalah energi kehidupan yang sangat dahsyat. Kita pada umumnya baru memahami sebagian kecil saja dari energi rohani ini. Saya memprakirakan, di abad ke-21, eksplorasi mengenai potensi rohaniah ini akan menjadi sebuah upaya kemanusiaan yang sangat luar biasa dan belum bisa saya bayangkan sosoknya. Anthony Robbins menyebut potensi insani ini the sleeping giant (raksasa tidur). Sedangkan Denis Watley menyebutnya seed of greatness (benih keagungan).
Bagi saya istilah seed of greatness lebih inspiratif. Secara empirik kita bisa merasakannya. Misalnya, ketika kita menyaksikan sebuah karya agung maka hati kita kagum dan tergetar. Ketika kita berdiri di puncak gunung kita terhenyak diam dengan kagum memandang alam yang terbentang. Begitu pula pada malam pekat ketika kita memandang langit bersih yang berhias taburan bintang dengan tepi tak berbatas, kita menarik nafas dalam-dalam mengagumi misteri keagungan alam. Apa yang terjadi di sini sebenarnya adalah resonansi antara keagungan eksternal dengan keagungan internal. Oleh pengalaman itu, benih keagungan dalam diri kita terinspirasi untuk tumbuh dan berkembang.
Kita sendiri selalu merasakan dorongan dari dalam untuk mencapai kebesaran dan keagungan. Kita sendiri selalu ingin terlibat dalam suatu proyek besar. Ingin duduk dalam posisi yang setinggi mungkin. Aspirasi kita selalu bersifat ideal dan grandiose. Kita ingin memainkan peranan yang penting, signifikan dan besar.
Dalam kaitan ini saya berpendapat bahwa upaya manusia untuk membangun negara dan bangsanya agar menjadi bangsa yang besar, membangun usahanya menjadi organisasi yang besar, membangun keluarganya menjadi keluarga yang besar, atau membangun dirinya menjadi pribadi yang besar adalah wujud aspirasi dari keagungan roh sukses ini. Di pihak lain, roh sukses ini menjadi harapan utama kita untuk bisa sukses membangun diri, keluarga, usaha, dan negara yang besar.
ROH KEBERHASILAN DALAM ORGANISASI
"Runtuhnya Imperium Romawi tidaklah disebabkan oleh kekuatan dari luar," demikian suara bariton sang narator dalam epilog film kolosal The Rise and The Fall of The Roman Empire yang antara lain dibintangi oleh Sophia Loren. "Tetapi imperium yang maha luas itu runtuh dan pecah berkeping-keping oleh kekuatan dari dalam yang saling melemahkan seperti intrik, perebutan kekuasaan, perseteruan dan persaingan pengaruh di antara para pangeran dan jenderal." Dan dengan musik yang menggiriskan hati, film itu pun di akhiri dengan: The End.
Narasi di atas sesungguhnya dapat menjadi narasi kematian bagi semua organisasi (negara, partai, perusahaan, yayasan, koperasi) yang menemui malaikat ajal di ujung hidupnya. Soalnya tidak semua organisasi seberuntung Romawi yang kematiannya dirayakan meriah oleh Hollywood. Akkad dan Sumeria, Babylonia dan Assiria, Media dan Persia, Sriwijaya dan Majapahit, Uni Sovyet dan Yugoslavia, semua pamit dari panggung sejarah tanpa pesta dan anggur. Demikian pula ratusan ribu perusahaan dan yayasan di Indonesia, mati diam-diam sejak rupiah tidak lagi berharga di mata dolar sejak pertengahan 1997. Ketika itu, krisis moneter kemudian memicu krisis total di segala bidang.
Organisasi sebagai organisme memang memiliki kurun hidup tertentu. Ada yang berumur panjang, sedang dan ada pendek. Mereka mati (bangkrut, dicaplok, merjer paksa, atau pecah berkeping-keping) ketika akhirnya roh kehidupan itu pamit dari organisasi itu. Hal ini sama dengan manusia, ada yang mati di usia muda, dewasa, dan sebagian lagi di usia tua ketika roh milik Tuhan itu meninggalkan raganya.
Dalam kaitan ini menarik mempelajari bahwa perusahaan-perusahaan hebat pun seperti anggota The Fortune 500 rata-rata ternyata berusia pendek, yaitu antara 40-50 tahun saja, seperti dilaporkan Arie de Geus dalam The Living Company (1997). Perusahaan panjang umur (berusia di atas satu abad) ternyata sangat sedikit. Di antaranya Stora dari Swedia, Mitsui dan Matsushita dari Jepang, Unilever dan Royal Dutch/Shell dari Belanda, serta GE dan Kodak dari Amerika. Di Indonesia belum ada perusahaan berumur satu abad, meskipun ada dua calon terdekat, yaitu Nyonya Meneer (perusahaan jamu) dan AJB Bumiputera (perusahaan asuransi) yang sama-sama lahir tahun 1912.
Mengapa sebuah organisasi bisa mati muda dan yang lain berumur panjang? Pertanyaan ini penting dijawab karena di Indonesia dalam dua tahun terakhir ini (1997-1999) kita menyaksikan ratusan ribu organisasi yang menjadi wadah hidup puluhan juta rakyat negeri ini tewas bergelimpangan bersama dengan matinya Orde Baru.
Bau sangit kematian tercium di mana-mana, di jalan-jalan, di pengadilan, di koran, dan di televisi. Bahkan Republik Indonesia sebagai organisasi sedang diancam oleh malaikat maut itu sendiri. Sebelum Pemilu 1999, banyak pakar membicarakan kemungkinan disintegrasi republik ini sehubungan dengan kejadian-kejadian mengerikan di Aceh, Timor Timur, Irian Jaya, Ambon, Sambas dan sebagainya.
Apa sebabnya roh kematian itu datang mengintip nyawa republik ini bahkan telah mengambil hidup ribuan organisasi di negeri ini? Kini sebabnya sudah jelas, yaitu bahwa roh yang disuntikkan Orde Baru kepada organisasi-organisasi di Indonesia ternyata adalah roh kematian melalui penyeragaman paksa, kepatuhan berdasarkan rasa takut, sentralisasi kekuasaan, intimidasi dan kekerasan, pemalsuan dan pembohongan, penganaktirian jutaan rakyat, serta nafsu serba uang dan pendewaan materi.
Yang ironis adalah bahwa Orde Baru ternyata menghidupi dan membesarkan dirinya dengan roh Majapahit dan Mataram, dua organisasi yang telah lama mati mengikuti jejak Romawi dan Uni Sovyet. Ini tentu pikiran gila, entah kapan daatangnya dan dari mana masuknya, Orde Baru yang semula bermaksud baik dan bagus, kemudian menghidupi dirinya dengan roh kematian. Jika akhirnya Orde Baru mati, tidak perlu diherani, sebab sebuah kehidupan memang tidak mungkin ditopang oleh roh kematian. Jika ada hal yang perlu dipelajari dari riwayat kematian organisasi adalah bagaimana roh kematian itu datang, menyelinap, berkuasa dan kemudian menggusur roh kehidupan yang dahulu melahirkan mereka.
Salah satu pelajaran menarik dalam kaitan ini ialah runtuhnya kerajaan Babylonia Tua di bawah Raja Nimrod dari lembah Mesopotamia. Dari sejarah kuno itu, kita tahu Nimrod adalah raja pertama di muka bumi yang berkuasa sekitar 5000 tahun lampau. Dialah yang berhasil mempersatukan keturunan Nabi Nuh yang terserak-serak usai air bah. Nimrod, pemburu perkasa itu, mempunyai obsesi untuk memperkuat dirinya, memantapkan kesatuan dan persatuan kaumnya, dan menjadikan dirinya sang mahakuasa. Untuk itu dia memerintahkan membangun menara yang ujungnya sampai ke langit. Tetapi kita tahu Menara Babel akhirnya gagal dibangun. Kitab Suci melaporkan bahwa Tuhan mengacaukan bahasa mereka sehingga terjadi miskomunikasi massal yang mengakibatkan kekacauan.
Analisis lebih lanjut menunjukkan terdapat empat sebab gagalnya proyek Menara Babel. Pertama, kesalahan teologis: Menara Babel dibangun sebagai projek untuk mensejajarkan seorang manusia dengan Tuhan. Kesalahan ini mengakibatkan kesalahan kedua, yaitu kesalahan manajemen: rusaknya sistem komunikasi organisasi mereka melalui pengacauan bahasa. Ketiga, kesalahan alamiah: Menara Babel bertujuan untuk membangun kesatuan yang seragam (unity in uniformity). Hal ini melawan kodrat alam yaitu kesatuan dalam keragaman (unity in diversity). Keempat, kesalahan teknologi: Tidak mungkin membangun menara yang ujungnya sampai ke langit. Ilmu dan teknologi mereka belum cukup memahami jagat raya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa organisasi yang dibangun untuk kemegahan ego manusia, menggunakan sistem manajemen yang salah, melancarkan program yang berlawanan dengan hukum-hukum alam, serta memakai sistem teknologi yang salah kaprah, dapat dipastikan akan menemui kegagalan. Akan tetapi, mempelajari organisasi yang sudah mati, agar tahu apa yang harus dihindari, baru merupakan setengah upaya. Separuh upaya lainnya ialah mempelajari organisasi sukses dan panjang umur, yang mampu bertahan melampaui berbagai krisis, yang bertambah kuat oleh terpaan badai, dan yang bertumbuh kembang melampau berbagai zaman dan rezim.
Adakah organisasi demikian? Arie de Geuss sudah menunjukkan sejumlah contoh dari dunia bisnis. Tetapi contoh non-bisnis jauh lebih banyak. Contoh negara paling mudah dicari. Di antaranya Mesir, Etiopia, Spanyol, Portugis, Inggris, Prancis, dan Cina. Agama lebih spektakuler lagi.
Organisasi agama sejauh ini merupakan yang paling sukses dan panjang umur. Islam sudah 15 abad dengan lebih 1 miliar umat, Kristen sudah 20 abad dengan hampir 2 miliar pengikut, Hindu dan Buddha lebih tua lagi, juga dianut sekitar 1 miliar manusia.
Dengan pengamatan sepintas saja kita bisa menemukan beberapa ciri bersama agama-agama besar itu, organisational wise, yang saya saya yakini menjadi rahasia keberhasilan mereka sehingga dapat tampil sebagai organisasi terhebat sepanjang masa:
1. Ada doktrin dasar yang menjadi basis bagi paradigma utama kehidupan. 2. Ada ritual rutin yang memperkokoh ikatan batin bersama. 3. Ada simbol-simbol yang meneguhkan identitas bersama. 4. Ada tokoh-tokoh (orang suci, nabi-nabi) yang menjadi panutan ideal. 5. Agama berorientasi pada yang idealisme tertinggi. 6. Agama memenuhi kebutuhan psiko-spiritual manusia. 7. Agama menjanjikan imbalan terbaik, yakni keselamatan dan surga. 8. Agama menuntut devosi dan penyerahan total. 9. Agama menuntut kesempurnaan perilaku dari umatnya. 10. Agama tidak pernah berorientasi pada uang.
Bandingkan dengan studi de Geuss yang menunjukkan adanya empat karakter organisasi bisnis panjang umur sebagai berikut:
1. Perusahaan panjang umur sensitif terhadap lingkungannya. Keberadaan mereka harmonis dan relevan dengan lingkungan usahanya. Mereka ramah lingkungan dalam arti luas. Mereka selalu belajar dan beradaptasi secara damai dengan dunia tinggal mereka.
2. Perusahaan panjang umur kuat dan kompak karena diikat oleh nilai-nilai bersama yang secara moral baik dan benar serta memiliki identitas organisasi yang khas.
3. Perusahaan panjang umur bersikap toleran, tidak memaksakan kehendak kantor pusat, rela berbagi kekuasaan dengan eselon bawah, dan mempraktikkan desentralisasi.
4. Perusahaan panjang umur, meskipun berorientasi profit, tetapi bersikap konservatif dalam hal keuangan. Mereka sangat hati-hati dalam pengeluaran dan investasi. Mereka berpantang overspending dan overinvestment, apalagi dengan utang.
Namun demikian, ada satu hal yang gagal - paling tidak kurang - dijelaskan oleh studi de Geuss. Yaitu faktor apakah yang membedakan tingkat keberhasilan perusahaan yang sama-sama panjang umur? Kenyataannya ada perusahaan yang sangat berhasil, tetapi ada pula yang cuma sekadar hidup, meskipun sama-sama berusia lanjut.
Pada tingkat negara, faktor apa yang membedakan Etiopia dengan Inggris, Portugis dengan Jerman, India dengan Jepang? Mereka sama-sama tua tetapi kinerjanya sangat berbeda. Studi saya menunjukkan terdapat delapan roh keberhasilan (the spirit of success) yang menjadi faktor penentu sukses organisasi panjang umur sekaligus berprestasi tinggi (long-lived and high performing organization).
Sebelum saya menguraikan delapan roh keberhasilan ini, pertama-tama saya sangat setuju dengan pendapat de Geuss bahwa organisasi adalah suatu makhluk hidup (living being), karena memenuhi ciri-ciri kehidupan umum (lahir, bertumbuh, mendewasa, beranak pinak, menua, sakit, dan mati) seperti halnya tumbuhan, hewan dan manusia. Bedanya, karakteristik makhluk tersebut saling berlainan, tetapi secara esensial hidup.
Ichack Adizes juga menggagas konsep bahwa organisasi pada dasarnya adalah makhluk hidup yang mempunyai kurun kehidupan mulai dari lahir, bayi, remaja, dewasa, matang, tua, sakit dan akhirnya mati. Pada setiap fase, Adizes menjelaskan, organisasi bisa mati jika tidak diurus dan dihidupi dengan benar.
Atas gagasan-gagasan inilah saya berteori bahwa organisasi sebenarnya memiliki the spirit of life atau roh kehidupan. Saya berpendapat bahwa pada tingkat paling fundamental roh adalah dasar kehidupan atau inti kehidupan. Pada manusia, pengertian roh memang paling partikular, lengkap dan sangat maju (advanced). Roh manusia berasal dari Tuhan, diasuh dan ditumbuh-kembangkan oleh Tuhan, dan susudah kematian jasmaniah, roh itu kembali kepada Tuhan, pencipta dan pemiliknya (inna lillahi wa inna lillahi rojiun).
Entah bagaimana bentuknya, saya meyakini pula bahwa semua bentuk kehidupan memiliki dimensi roh. Di sini saya tidak berkata bahwa tumbuhan dan hewan memiliki roh yang sama seperti yang dimiliki manusia. Saya hanya menngatakan bahwa semua kehidupan, karena itu termasuk organisasi dan perusahaan juga, memiliki roh kehidupan secara fundamental.
Dengan argumen ini, sangat logislah untuk mengatakan bahwa sepanjang roh kehidupan itu ada dalam organisasi, sepanjang itu pula organisasi tersebut tetap hidup. Memang ada saat dimana roh itu melemah dan sakit, maka organisasi itu pun lemah dan sakit pula.
Ketika krisis melanda Indonesia, maka roh hidup republik dan ribuan organisasi dalam berbagai format sedang sangat lemah dan sakit. Pada saat yang sama roh kematian memekar dan menguat. Gejalanya dapat dirasakan orang seperti menguatnya rasa takut, rasa terancam, perpecahan, kebencian, ketidakjujuran, kebohongan, kepalsuan, perusakan, pelecehan, permusuhan, kecurigaan, dendam, pembunuhan, pencideraan dan sebagainya.
Sekarang, bagaimana bentuk roh kehidupan yang menjadi dasar keberhasilan organisasi itu. Apa nama roh keberhasilan itu? Saya tidak tahu persis karena gagasan ini - sejauh yang saya ketahui - belum pernah dibicarakan orang. Karena itu saya mengajukan konsep Roh Keberhasilan berdasarkan studi dan observasi saya sendiri yang sekitar 12 tahun berkecimpung dalam bidang pegembangan SDM dan organisasi pada umumnya.
Berikut adalah Delapan Roh Keberhasilan organisasi berkinerja tinggi (high performing organization) yang jika didukung oleh empat karakter de Geuss, akan menjadi organisasi panjang umur juga (long-lived organization). Sebagai satu kesatuan, mereka terdiri dari empat pasang roh sebagai berikut ini:
1. Roh Kebaikan dan Keterpercayaan The Spirit of Goodness and Trust. Baik berarti positif, berguna dan harmonis. Per definisi, kebaikan hanya datang dari Tuhan. Dan kita tahu Tuhan adalah Sang Mahamurah. Kebaikan-Nya selalu hadir dengan limpah. Semua hal yang baik untuk kehidupan kita, terutama yang esensial seperti air dan oksigen, selalu tersedia dengan limpah.
Organisasi sukses selalu mampu memberikan kebaikan pada sekelilingnya. Untuk itu ia layak memperoleh imbalan yang baik pula. Organisasi sukses selalu dimotivasi oleh kebaikan, menawarkan hal-hal yang positif dan berguna pada dunia sekelilingnya. Produk-produk yang bagus memang mengandung banyak kebaikan bagi kehidupan ini. Jika kita periksa statement resmi visi, misi, nilai-nilai dasar dan falsafah organisasi jelas sekali bahwa eksistensi organisasi itu memang dimotivasi oleh roh kebaikan.
Pada tingkat personal, orang yang dipenuhi oleh roh kebaikan dan kemurahan, mampu memberi dengan limpah pada perusahaannya. Hatinya memang senang berbuat baik. Dia bersikap tulus. Dia merasa sudah menerima banyak (entah dari Tuhan, negara atau perusahaan) dan dia merasa bertanggung jawab untuk memberi dengan banyak pula. Orang seperti ini merasa bahwa pekerjaannya adalah bentuk ucapan syukur pada kehidupan. Dia dan organisasinya merasa berutang dan karena itu harus berbuat kebaikan melalui jasa dan produk ciptaannya kepada pasar. Orang-orang begini, pada mulanya merasa bahwa dia punya kelebihan, entah ilmu, modal atau keterampilan. Mereka merasa harus berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Dengan kata lain mereka menyadari telah lebih dahulu menerima dan karena itu merasa mendapat amanah untuk berbuat baik dan memberi kepada masyarakat, sesama manusia, bangsa dan negaranya. Makin banyak mereka menerima makin besar tuntutan pada mereka. Dari sinilah lahir prinsip "dari mereka yang mendapat banyak diminta banyak juga". Mereka memang mendapat kepercayaan dari Tuhan, dari negara atau dari dari organisasinya dan pada gilirannya mengamalkannya untuk masyarakat. Inilah roh keterpercayaan. Mereka mendapat kepercayaan (trust), mereka merasa dipercaya (trusted), dan karena itu mengelola apa yang dipercayakan untuk kebaikan semesta. Jika mereka dapat dipercaya maka kepercayaan lebih besar akan diberikan. Pada titik inilah mereka menjadi orang kepercayaan karena mereka membuktikan diri sebagai orang terpercaya.
Organisasi pun demikian, jika mampu mempertahankan eksistensinya sebagai organisasi yang memberi banyak manfaat atau kebaikan pada masyarakat, maka masyararakat akan percaya dan loyal kepada organisasi itu. Salah satu dambaan tertinggi organisasi ialah agar pelanggan, stakeholder atau konstituennya setia kepadanya. Ini benar untuk koperasi, PT, yayasan atau partai politik.
Lawan dari roh ini ialah roh miskin dan pelit. Orang yang dihinggapi roh ini merasa dirinya selalu kekurangan, dan karenanya tidak punya sesuatu untuk dibagikan. Ini bukan soal jumlah tetapi soal kondisi psiko-spiritual. Bagi orang yang dikuasai roh ini, berapa pun jumlahnya tidak pernah cukup. Inilah penjelasan mengapa orang yang sudah sangat kaya namun tetap masih korupsi. Modus kehidupannya adalah mengambil, menerima dan kalau perlu merampas. Dia selalu melihat dunia sebagai dunia yang tidak ramah, tidak aman dan selalu mengancam dirinya.
Perusahaan yang dikuasai roh ini menjelma menjadi monster ekonomi, melahap apa saja yang bisa menjadi duit dengan segala macam cara, dan mencaplok siapa saja yang dianggapnya sebagai saingan - dengan kasar kalau tidak bisa secara halus. Dia kemudian menjadi gurita yang menakutkan. Perusahaan seperti ini ibarat minum air laut, makin banyak minum uang malah semakin haus uang. Mottonya adalah ekspansi dan aneksasi. Cita-citanya adalah monopoli.
2. Roh Integritas dan Kemajuan
The Spirit of Integrity and Growth. Integritas berarti jujur, bersih, benar, suci atau bebas kuman yang memungkinkan terjadinya lingkungan yang sehat. Bebas kuman disini saya artikan seluas-luasnya, termasuk bebas korupsi, bebas kolusi, bebas nepotisme, bebas penipuan, bebas kotoran, dan bebas kemunafikan. Nama lain dari roh ini adalah Roh Kebenaran, dalam arti benar secara moral, benar secara ilmiah, dan benar pulasecara manajerial.
Integritas secara kesatuan adalah gabungan tiga makna sekaligus suci, sehat dan utuh (holy, whole, holistic) yang dalam pengertian bahasa Inggris ini jelas sekali merupakan tiga sifat yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Jika kita suci maka kita sehat sehingga kita bisa bekerja dengan benar dan optimal. Juga, jika organisasi kita suci maka ia akan sehat sehingga dapat berfungsi dengan benar dan optimal, termasuk mampu menyehatkan lingkungannya dimana dia tinggal dan beroperasi.
Roh Kebenaran selalu menuntut kita melakukan pekerjaan yang benar secara benar pula, memanggil kita untuk berbuat hanya yang benar, dan mendorong kita untuk berhadapan dengan realitas sejati sejujur-jujurnya. Dalam makna paling dasar, upaya mengetahui kebenaran sejujur-jujurnya, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya adalah aktivitas belajar yang sejati. Kebenaran itu selalu memanggil kita untuk belajar secara kontinual, terus-menerus. Ini pada gilirannya akan membuat kita bertumbuh dan semakin maju.
Di pihak lain, jiwa manusia pada dasarnya selalu mendambakan kemajuan dan pertumbuhan ke arah yang lebih tinggi, lebih baik, lebih sempurna. Inilah yang saya sebut sebagai roh kemajuan. Moto Olimpiade "citius, altius, fortius" artinya "paling cepat, paling tinggi, paling jauh" adalah bentuk paling kristal dari roh kemajuan ini. Dan roh kemajuan yang sama pula berada di balik keinginan manusia mengeksplorasi bumi ke dalam dan ruang angkasa ke luar, dan semua harapan-harapan manusia untuk kemajuan dalam arti seluas-luasnya. Tanpa kecuali semua manusia, semua organisasi, di lubuk hati mereka, menginginkan kemajuan dan menembus batas-batas kemustahilan masa lalu dan merobohkan tembok-tembok ketidakmungkinan masakini. Sekaligus, inilah sebabnya masa depan selalu sangat menarik dan mendebarkan hati.
Lawan dari roh ini ialah roh kemalasan dan ketakutan. Orang yang malas enggan bekerja keras, tetapi maunya mendapat hasil yang besar. Tetapi karena apa yang kita peroleh ditentukan apa yang kita berikan maka akan terdapat jurang antara keinginan dan kenyataan, dan jurang ini biasanya ditutupi dengan jalan curang dan main tipu. Malas belajar dengan konsekuensi tidak lulus ujian mengakibatkan ketakutan yang kemudian mendorong orang untuk menyontek dan memalsukan karya-karya ilmiah.
Dalam bisnis, profesionalisme adalah syarat dasar untuk bisa ikut dalam permainan. Tetapi menjadi profesional adalah sebuah proses yang menuntut kerja keras penuh pengorbanan diri. Karena orang malas mengembangkan dirinya (kerja keras) untuk menjadi profesional, maka jalan satu-satunya yang terbuka adalah KKN dalam segala bentuknya. Dan jika dalam putaran pertama ini ia "sukses" memperoleh hasil, maka insentif ber-KKN berikutnya bertambah besar. Demikianlah seterusnya KKN pun melilitnya dengan kuat dan menjadi budaya bisnis yang sukar dikikis. Namun kini kita tahu bahwa bisnis seperti ini tidak panjang umurnya. Dan yang menyakitkan, kematiannya diiringi orang dengan tawa riang karena sebuah hama kehidupan telah berlalu. Jadi buat apa bisnis yang demikian.
3. Roh Cinta dan Sukacita
The Spirit of Love and Joy. Saya mendefinisikan cinta (love) sebagai tindakan proaktif dengan kandungan kebaikan tertinggi yang kita berikan pada orang lain atau objek yang dicintai. Cinta jenis ini dalam bahasa Yunani disebut agape, yakni cinta yang didorong oleh sukacita memberi secara tulus, bebas pamrih dan bebas imbal jasa buat diri sendiri. Penerima agape dengan sendirinya bergembira. Jadi dimana ada agape di situ ada sukacita. Di mana ada sukacita, di situ energi kehidupan melimpah, kreativitas memuncak, dan karya-karya terbaik bermunculan. Itulah sebabnya saya juga menyebut Roh Cinta ini sebagai Roh Kreativitas dan Inovasi, yang oleh karena cinta dan sukacita, memampukan kita menciptakan hal-hal baru yang berguna bagi bisnis dan organisasi kita.
Cinta agape juga memungkinkan dedikasi, pengabdian dan loyalitas, yakni sejenis pengorbanan kepada objek yang dicintai. Cinta ini menjadikan kita bebas dari macam-macam ketakutan dan kekhawatiran yang biasanya bersumber dari terancamnya kepentingan pribadi kita. Itu sebabnya, pada organisasi bisnis dimana roh cinta dan sukacita tumbuh subur, sharing terjadi secara spontan dan alamiah. Sharing merupakan budaya yang sangat kuat, termasuk sharing of information, sharing of power, sharing of resources, sharing of enjoyment, termasuk sharing of profit.
Lawan dari roh ini ialah roh menumpuk dan mengumpulkan buat diri sendiri. Orang begini selalu makan sendiri, bersikap pelit, dan tidak segan-segan merugikan pihak lain demi keuntungannya. Dalam perusahaan seperti ini, gaji direktur bisa ribuan kali dari gaji karyawannya. Bukan cuma uang, kekuasaan juga ditumpuk secara memusat, pada satu orang saja atau sejumlah kecil elit organisasi. Untuk itu, informasi dijaga secara rahasia.
Disinformasi disebarluaskan untuk menipu secara canggih dan membangun kesan artifisial yang mereka harapkan. Orang dikondisikan agar patuh saja. Kreativitas dianggap pemberontakan. Inisiatif dianggap gerakan liar. Kemandirian dianggap ancaman. Pemimpin dalam organisasi begini sangat menyukai pengendalian. Dia mengontrol semua: uang, informasi, kebebasan, gerak-gerik, bahkan pikiran orang. Jadi jelas bahwa roh menumpuk dan mengumpulkan ini adalah daya yang mematikan organisasi.
4. Roh Keunggulan dan Kesempurnaan
The Spirit of Excellence and Perfection. Unggul berarti yang terbaik dalam jenisnya, betul-betul sangat bagus, kelas satu, superior. Sedangkan sempurna berarti tanpa cacat, nir salah, dan memenuhi semua persyaratan. Ini adalah dambaan semua orang, paling tidak dalam hatinya. Oleh dorongan ini, maka evolusi gerakan mutu dalam dunia bisnis telah mencapai tahap lanjut.
Manusia selalu menginginkan yang terbaik dari apa yang dibeli atau dikonsumsinya. Jelaslah produk dan jasa yang unggul dan sempurna sajalah yang menduduki tangga teratas dalam skala persaingan. Perlombaan menjadi yang terunggul sesungguhnya adalah perlombaan menjadi juara di segala bidang. Maka jika roh ini kuat organisasi tersebut akan tampil sebagai juara di bidangnya.
Lawan dari roh ini ialah roh puas diri dan arogan. Orang yang cepat berpuas diri merasa sudah mencapai puncak kejayaan, paling top, merasa diri sudah sangat hebat bahkan terhebat. Akhirnya, dia jadi arogan, sombong dan pandang enteng pada orang lain. Dia tidak lagi mau mendengar, belajar dengan rendah hati, dan merasa benar sendiri. Saran, input bahkan peringatan yang disampaikan dengan kasih sayang pun sering dilecehkannya. Akibatnya dia lalai dan gegabah.
Bersamaan dengan itu ia pun semakin jauh dari kenyataan, out of touch with realities. Pemimpin seperti ini akan lebih celaka lagi jika ia juga dikelilingi para penasehat "yes-man" dan asisten-asisten yang suka menjilat dan melaporkan hal-hal yang membuat asal bos senang. Secara internal, kepemimpinan seperti ini mengakibatkan ketidakpuasan yang meluas di antara warga organisasi, yang jika tidak diselesaikan akan mengakibatkan perlawanan diam-diam dalam pelbagai bentuk, dan pada saatnya mengundang perlawanan terbuka. Secara eksternal, para pesaing dengan mudah menyalipnya di tikungan rivalitas bisnis. Pada saat inilah organisasi melemah, sakit dan makin tidak berdaya serta akhirnya bangkrut.
* * * Empat pasang roh di atas, sesungguhnya adalah semangat atau daya hidup, yaitu energi psiko-spiritual yang menjadi kekuatan organisasi untuk bertumbuh, bertahan di masa sulit, beradaptasi di masa perubah-an bergejolak, kreatif di zaman penuh persaingan, unggul di antara yang baik, dan pelita di masa gelap dalam perjalanan evolusioner menuju realisasi idealisme organisasi.
Juga, keempat pasang roh di atas adalah obat penawar untuk melawan ketakutan, mengatasi perpecahan, melunakkan kebencian, menjinakkan keangkara-murkaan, memperbaiki kerusakan, menghentikan permusuhan, memadamkan kecurigaan, mengendalikan keserakahan, serta melunakkan kekerasan yang sedang marak kini dalam jagat bisnis dan perpolitikan di negeri ini.
Sesungguhnya, keempat pasang roh di atas adalah the spirit of success, the spirit of long-lived organization dan the spirit if high performing organization. Marilah kita tumbuh-suburkan!
(Jansen H.Sinamo )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar